Sabtu, 21 Mei 2011

[Sinopsis] The City Hall -- episode 11 part 1

Jo Gook masuk... Matanya terpaku menatap kantong yang di pegang Mi Rae, ia keduluan Jung Do. Mi Rae (sepertinya merasa bersalah) mengaku ia menyangka kalau Jo Gook telah pergi (makanya minta bantuan Jung Do). Jo Gook menjawab ia tidak meninggalkan Mi Rae dan sekarang berdiri di depannya.
Jung Do berterimakasih atas bantuan Jo Gook, “Ku dengar kau membantunya, terima kasih”
Jo Gook kesal, “mengapa kau berterima kasih padaku? apa kau wali wanita ini?” Jo Gook lalu menatap Mi Rae, “aku telah membelinya, terserah kau mau pakai atau tidak” Jo Gook lalu melempar tas belanjanya ke atas kursi dan berbalik untuk pergi.

“Tunggu dulu, ada yang ingin ku katakan padamu” Mi Rae memanggil Jo Gook.
“katakan nanti saja” walau kesal, Jo Gook mencoba menahannya.
“kapan? Aku harus pidato kampanye besok pagi…” Setelah Jo Gook kembali menghadap padanya, Mi rae melanjutkan perkataannya, ia bertanya apa ia boleh merubah sedikit isi kampanyenya agar lebih jujur.
Jo Gook menolaknya, karena isi pidato itu bukan masalah kejujuran tapi cara untuk menang.
Mi Rae mendebat, baginya ia hanya perlu suara 15% untuk mendapatkan uang pendaftarannya kembali. “apa katamu?” Jung Do merasa dibodohi karena telah bekerja keras bagi calon yang hanya ingin uang depositnya dikembalikan. Jung Do pun keluar dengan marah.
Mi Rae mencoba mengejar Jung Do untuk menjelaskan, tapi Jo Gook menahannya, “kau akan keluar seperti ini?” Jo Gook lalu memegang kedua bahu Mi Rae, “dengarkan aku baik-baik…kau takkan kalah hanya karena kehilangan satu penasehat!!..... setelah semua kesulitan yang kau lalui, kau belum tahu seperti apa para pesaingmu? Telur, tomat, kentang, jagung, apa semua itu harus dilemparkan padamu agar kau mengerti?” Mi Rae terpaku mencerna kata-kata Jo Gook, Jo Gook melepaskan tangannya dan berkata lebih pelan, “mulai hari ini, diskusikan apapun yang berhubungan dengan pemilu denganku. Kita perbarui isi pidatomu, Aku dan Soo In akan menemani kampanyemu”. Sebelum pergi Jo Gook mengingatkan agar Mi Rae beristirahat.

Keesokan paginya, Mi Rae berdiri di depan orang banyak untuk memberikan pidato kampanye pertamanya.
Tampak Jo Gook memberi semangat. Mi rae mulai membaca pidatonya dari kertas yang disiapkan Jo Gook. Sayangnya karena ia sendiri tak yakin dengan yang dibacanya, maka suara yang keluar juga setengah hati. Tiba- tiba Mi Rae diam, para simpatisannya termasuk Jo Gook heran. Setelah mengumpulkan keberaniannya, Mi Rae kembali melanjutkan. Bukan dengan pidato yang telah disiapkan Jo Gook, tapi cerita soal persamaan politik dan kopi berdasarkan pengalamannya sebagai sekertaris walikota. Bahwa keduanya menimbulkan kecanduan, makin nyandu makin banyak uang keluar dan makin membuat tubuh lelah. Makin banyak busanya, makin sedikit kopinya. Intinya, ia hanya akan berjanji hal-hal yang ia bisa penuhi, takkan melakukan hal-hal yang tidak perlu yang akan membebani rakyat, takkan menerima suap, takkan melakukan hal yang sudah ia janji takkan dilakukan.
Terdengar kasak-kusuk dari para simpatisan Mi Rae, Jo Gook menggertakkan gerahamnya menahan marah.
Segera setelah Mi Rae turun, Jo Gook menemuinya. “apa yang kau lakukan? Siapa yang akan memilihmu setelah pidato anak TK tadi? Apa yang akan kau lakukan kalau kau tak bisa mengikuti instruksiku? Apa kau tak ingin dipilih?”
“aku tak melakukan ini demi untuk mendapatkan suara, karena memang hanya itu yang bisa kulakukan”
Setengah berteriak karena tak sabar, Jo Gook mencoba membuat Mi Rae mengerti soal perbedaan antara menang dan kalah kampanye, “dengan cara apa lagi aku harus memberitahumu?’
“kau tak perlu melakukannya lagi. Kau bilang kampanye ini takkan gagal hanya karena kehilangan satu penasehat, kan? kau dipecat! …. aku memecatmu sebagai penasehat kampanyeku!” Mi Rae dengan teguh mempertahankan hal yang diyakininya benar, melakukan hal yang jujur dan pantas untuk mendapatkan hasil yang jujur dan pantas pula.
Benar-benar kebalikan dari prinsip Jo Gook, “hanya orang bodoh yang mengatakan proses lebih penting dari hasil….Politik adalah tentang kekuasaan, uang, dan intelektual. Jika kurang pintar, mendekatlah pada yang pintar, jika kurang uang dan kekuasaan maka mendekatlah pada orang yang memilikinya”

 
Jo Gook tak bisa mengerti mengapa Mi Rae tidak bisa melakukan apa yang diperlukan untuk memenangkan pemilu, dan Mi Rae tidak dapat mengerti mengapa Jo Gook tidak mengerti mengapa dia tidak bisa (melakukan hal yang di instruksikan Jo Gook). Akhirnya Jo Gook merenung di tempat Mi Rae memintanya membantu pemilu Mi Rae. Mi Rae juga tak kalah lesu, ia menyendiri di basecampnya.
Sementara itu, Jung Do di dapurnya mengisi waktu dengan membuatkan makanan untuk tim kampanye ayah Joo Hwa. Mengetahui suaminya telah berhenti dari tim kampanye Mi Rae, Joo Hwa dengan semangat bercerita kesalahan yang dilakukan Mi Rae dalam pidatonya hari itu.
Menyadari Mi Rae masih di jalur ‘yang benar’, Jung Do bergegas bergabung lagi bersama Mi rae meninggalkan Joo Hwa yang bingung.

Joo Hwa dalam semangat tinggi berpidato dalam kampanye ayahnya, walau sebenarnya ia agak grogi melihat Mi rae ada di antara simpatisannya. Mi rae yang menarik perhatian, dengan seksama mendengarkan Joo Hwa bahkan ikut bertepuk tangan untuknya.
Setelah pidato dan menjabat tangan simpatisannya, Joo Hwa mendatangi Mi Rae dan menuduhnya memata-matai kampanye timnya. Mi Rae mengaku hanya ingin tahu, menurutnya pidato Joo Hwa bagus. Sebelum pergi Joo Hwa sempat mengingatkan agar Mi Rae tak mencontek isi pidatonya. Melihat potongan poster berserakan di dekatnya, Mi Rae memungutnya, tapi ia keduluan.
Ternyata itu Jung Do, yang mengaku mencarinya kemana-mana. Jung Do juga minta maaf karena tak mendengarkan pidato pertamanya Mi rae. Jung Do lalu menanyakan soal Jo Gook. Mi Rae mengaku ia memecatnya.
“setelah menyingkirkan orang menyebalkan itu kau harusnya bahagia, lalu mengapa kau justru murung?.... mintalah dia kembali, ini bukan pertengkaran antar kekasih, kita butuh dia…..manfaatkan dia, ambil semua yang baik. Lalu setelah selesai pemilu, buang dia ketempat sampah.”. Mi Rae tersenyum.

Kini Mi Rae sedang di halaman arena pacuan kuda, ia menemui Soo In. Soo In mengaku tak bisa memberitahu Jo Gook soal tepon Mi Rae karena ia bahkan tak membiarkan Soo In bicara. Mi Rae dipersilahkan untuk menemui Jo Gook sendiri, “masuk dan temui ia. Setidaknya dia tidak akan memukulmu. Jika ia melakukannya, teriaklah! Aku akan buru-buru menggantikan tempatmu” huaa, Soo In mulai ngerayu Mi Rae. Mi Rae tersenyum berterima kasih.
Mi Rae menemui Jo Gook yang sedang menonton pacuan di ruangan khusus, hanya ada mereka berdua.
“bukankah sudah kubilang untuk pergi?” Tanya Jo Gook tanpa menoleh. Ia agak terkejut saat mendengar suara Mi Rae, “aku melakukannya karena aku takut”.
Jo Gook menghadap Mi Rae, Mi rae melanjutkan perkataannya, ia mengaku takut karena itu ia ingin Jo Gook tetap disisinya. Ia tahu kemungkinan ia takkan bisa menang, setidaknya ia kalah dengan terhormat, “Bantu aku kalah dengan cara yang elegan…”
“pergilah”, Jo Gook meminta Mi rae pergi, ia tak bisa membantu orang yang bahkan kalah sebelum bertanding. “apa yang kau takutkan? Mana energi yang kau punya seperti saat berpakaian renang di depanku? Mana keberanian yang kau punya seperti saat kau di lempari telur di depan balaikota?”
“Karena aku tak mampu membayangkan mimpi itu!” potong Mi Rae cepat. “Beri aku mimpi daripada janji kampanye kosong, mimpi yang realistis yang dapat ku wujudkan dalam dua tahun”.
”Apa kau akan mati dalam dua tahun? Kenapa hanya dua tahun? Setelah dua tahun ada empat tahun, setelah itu masih ada empat tahun lagi. Kau harus berpikir lebih luas, melihat lebih jauh, memiliki impian megah. Tak bisakah kau melakukan itu?”. Maks menjabat walikota di Korea ternyata 10 tahun. Jo Gook kembali menatap jalur pacuan, ia minta Mi rae pergi.
Mi Rae mengaku mulai mengerti, energi dan keberaniannya kini sudah muncul. Ia ingin mencoba lagi, tapi ia tetap minta jangka dua tahun dulu. Menajamkan kerangka pikirannya, ia akan membuang hal-hal yang memang tak diperlukan dan melakukan hal-hal yang perlu dilakukan.
Ada sedikit senyum dibibir Jo Gook saat mendengarkan Mi Rae, “baiklah aku mengerti maksudmu, pergilah.”
Mi rae merajuk, ia minta pulang bareng. Jo Gook mengaku tak bisa pergi karena kuda taruhannya menang. Mi rae bersemangat, ia ingin tahu nomor kuda taruhannya Jo Gook. Saat tahu kuda no.5, Mi Rae tersenyum, “Apa cukup jika aku berlari dan melakukan yang terbaik seperti kuda itu?”
Jo Gook mengingatkan Mi rae, “aku ingin kau jadi Nomor 1! Nomor 1! Hasil itu lebih penting dari proses!”
 
Ada senyum… senyum pengertian, (kedua kini lebih memahami prinsip masing-masing dan mencoba menggabungkannya???---ai sok tahu, kekeke).

 
Mi rae pun pulang bersama Jo Gook dan menikmati aliran angin ditangannya yang ia julurkan keluar jendela.

Setelah sampai, Mi rae turun dan mengenakan selempangnya. Setelah kejadian pidatonya kemarin ia ingin membayarnya dengan menemui orang sebanyak mungkin dan menjabat tangan mereka. Jo Gook mengingatkan untuk hanya berjabat tangan selama 3 detik saja.
“apa?” Mi Rae bingung.
“itu jika kau menjabat tangan pria” wkwkwkwk, Jo Gook mulai posesif.
“apa kau mau bertanggung jawab jika aku kalah? Apa lagi yang dapat kutawarkan selain kecantikanku?” wkwkwk, Mi rae narsisnya gak ilang2. Jo Gook berniat mendebat Mi rae saat 3 orang mahasiswa mendekati Mi Rae.
Mereka memuji pidato Mi Rae yang ‘berbeda’, yang menjadi berita di kampus mereka. Bahkan berita protes tunggal Mi Rae sering menjadi bahasan kuliah mereka. Dengan semangat salah satu mahasiswa pria menyalami Mi rae. Terdengar hitungan dari Jo Gook”…1 detik…2 detik… tiga ..” hitungan Jo Gook terputus karena ponselnya berbunyi, tapi sempat2nya ia memberi tanda agar tangan dilepaskan, wkwkwkwk Jo gook cemburu.
Ternyata telpon itu mengabarkan soal rumor buruk yang menyebar cepat soal Mi Rae lewat surat kabar. Mi Rae yang keluar masuk hotel bersama pria, Mi Rae yang menerima cek kosong, dan Mi Rae yang tak berpendidikan. Bahkan pergunjingan mulut ke mulut pun makin tajam, mereka yakin pria yang dimaksud adalah Jo gook. Para kandidat saingan Mi rae bahkan menjadikannya bahan pidato kampanye mereka untuk menjatuhkan Mi Rae.

Tangan Mi Rae gemetar membaca berita tentangnya di Koran. Seketika pertahanannya runtuh, ia mulai menangis.
 
“Aku akan mundur… aku tak bisa menghadapi ini, aku tak melakukannya (seperti tuduhan orang2)…. Aku..” Mi rae tak bisa melanjutkan perkataannya, karena Jo Gook tiba-tiba menariknya.


mau merubah dunia jadi lebih baik?
-------====ayo mulai dari diri kita sendiri!!^^====-------

7 komentar:

AIRI ARI mengatakan...

jangan2 uni ai buat karena ada cswnya muhahahaha, disini perannya gimana uni? di athena ama Gl beda banget muhaha

ai mengatakan...

wkwkwk, ari tau aja, itu bener!! hahaha, tapi selain itu aku juga suka ceritanya bagus dan ada yang bisa kita ambil... City Hall ini pertengahan antara athena dan GL, ada konyolnya walau gak terlalu, ada seriusnya juga walau gak terlalu streng kayak Athena... lebih keliatn manusiawi krakternya gak too much... hoa, apapun perannya tetep cinta ma CSW ahjussi

Anonim mengatakan...

ayo dong lanjutin lgi ke episode selanjutnya..ditunggu yahh..hehehe..

ai mengatakan...

sabar ya, aku lagi punya proyek sinop The greatest love / best Love di pelangidrama.net... mampir sana ya ^^

TUKANG CoLoNG mengatakan...

wah dah lama ga baca blog kamu lagi. *kangen

ai mengatakan...

jiahaha... maafkan daku yang lama tak berkunjung... jarang blogwalking nih....

Anonim mengatakan...

Min sinopsis the phoenix dong seru th, kya nya pemeran cewe nya dah meninggal nya?@

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...